Sunday, 8 April 2018

Beginilah Cara Berdoa Dalam Sujud Dan Hukum Berdoa Dengan Bahasa Sendiri . Sebarkan Semoa Menjadi Saham Pahala buat Kita



Sujud adalah momen terdekat antara hamba dengan Rabbnya, maka kita dianjurkan banyak-banyak berdoa. Ini ditegaskan oleh riwayat berikut:

Tonton Video Ini : UFB - Berdoa Dalam Bahasa Melayu Ketika Sujud..

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” (HR. Muslim No. 482)

Hadits ini menunjukkan anjuran banyak berdoa ketika sujud. Walau ada juga yang mengatakan, tidak boleh ada tambahan selain Subhana Rabbiyal A’la, tetapi pendapat itu berselisih dengan hadits ini.



Dalam Al Mausu’ah disebutkan, tentang komentar atas hadits ini:

“Tidak ada perbedaan hal itu antara sujud shalat fardhu dan sunah, kecuali apa yang dikatakan oleh Al Qadhi Iyadh bahwa dari golongan Hambaliyah ada dua riwayat, diantaranya bahwa tidak dianjurkan adanya tambahan atas Subhana Rabbiyal A’la, baik shalat fardhu dan shalat sujud . Ada pun perkataan Malikiyah dan Asy Syafi’iyyah bahwa sunah berdoa pada waktu sujud.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 39/227)

Syaikh Wahbah Az Zuhali mengatakan:

“Berkata Al Hanafiyah: orang shalat tidaklah ketika ruku dan sujudnya membaca selain tasbih, ini menjadi pendapat madzhab. Sedangkan, hadits tersebut bermakna pada shalat sunah. Sedangkan, Malikiyah menganjurkan doa ketika sujud, baik doa yang terkait dengan urusan dunia atau agama atau akhirat, untuk dirinya atau orang lain, secara khusus atau umum tanpa batasan, bahkan dengan itu Allah Ta’ala telah memberikan kemudahan. Menurut Hambaliyah, tidak apa-apa berdoa dengan doa-doa dan dzikir yang ma’tsur (berasal dari hadits).” Sedangkan Asy Syafi’iyah menguatkan kesunahan berdoa ketika sujud.” (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/84)

Dalam Al Majmu’ disebutkan bahwa madzhab Syafi’i juga memiliki pendapat yang sama dengan Malikiyah di atas. Ini juga pendapat Sufyan Ats Tsauri, Abu Tsaur, dan Ishaq. (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/471. Darul Fikr)

Jadi, bisa disimpulkan: Hanafiyah tidak menganjurkan berdoa ketika sujud, kecuali pada shalat sunah. Malikiyah dan Syafi’iyah menganjurkannya bahkan secara bebas, sedangkan Hambaliyah ada dua riwayat, bahwa sujud itu hanyalah membaca subhana rabbiyal a’la saja, ada juga yang mengatakan boleh berdoa tetapi dengan doa dan dzikir yang ma’tsur saja (bukan doa buatan sendiri).

Jenis Do’a, Bebaskah?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh doa yang dibacanya ketika sujud, yakni sebagai berikut:

اللهم اغفر لي ذنبي كله. دقه وجله. وأوله وآخره. وعلانيته وسره
“Ya Allah ampnilah dosa-dosaku semua, baik yang halus atau yang jelas, yang awal dan yang akhir, dan yang terang-terangan dan yang tersembunyi.” (HR. Muslim No. 483)

Sedangkan, dzikirnya Rasulullah ketika sujud banyak sekali macamnya –walau pun redaksinya agak mirip satu sama lain- diriwayatkan dalam hadits-hadits shahih. Masalah dzikir dalam sujud sedang tidak kita bahas.

Nah, jika membaca doa ini maka sangat bagus dan kita telah mengikuti sunah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi apakah dengan ini berarti membatasi doa-doa yang dibaca? Bolehkah membaca doa lain sesuai hajat kita?

Imam Ahmad lebih condong hanya membatasi pada doa-doa ma’tsur saja.



Sedangkan, Imam An Nawawi mengatakan bahwa doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi. Doa apa saja yang termasuk maksud doa adalah boleh. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan berbagai doa yang berbeda dan berbagai tema. Ini menunjukkan bahwa hal itu tidak dilarang. Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang doa akhir tasyahhud:

“Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.” Imam An Nasa’i meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam qunutnya: “Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Salamah bin Hisyam, dan orang-orang lemah dari kalangan mu’minin ..dst.” Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, nabi pernah berdoa dalam qunutnya: “Ya Allah laknatlah Ra’la dan Dzakwan, dan orang-orang yang telah membangkang kepada Allah dan rasulNya.” Ini semua adalah kabilah-kabilah di Arab. Hadits-hadits seperti ini banyak. Jawabannya adalah, bahwa hadits-adits mereka ini menunjukkan bahwa doa bukanlah termasuk kalamun nas (ucapan manusia), dan tentang tasymit (menjawab bersin) dan menjawab salam, telah ada hadits yang menyebutnya sebagai kalamun nas, karena keduanya adalah bentuk lawan bicara dari manusia, dan berbeda dengan doa. Wallahu A’lam. (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/472. Darul Fikr)

Demikian yang dikatakan Imam An Nawawi, dan itulah pandangan madzhab syafi’i, nampaknya inilah pendapat yang lebih kuat seperti dalil-dalil yang diterangkannya. Namun, bagi mereka pun membaca sesuai doa yang ma’tsur adalah lebih afdhal. (Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Al Muhtaj, 2/432. Mawqi’ Al Islam. Imam Syihabuddin Ar Ramli, Nihayatul Muhtaj, 4/393)

Ini pendapat Malikiyah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pendapat ini juga menjadi pilihan bagi Al Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia, ketika mengomentari hadits: “Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” Katanya:

ولم يخصص دعاء دون دعاء، والأحاديث في هذا المعنى كثيرة
“Tidaklah mengkhususkan doa tertentu saja dibanding doa lainnya, dan hadits-hadits dengan makna seperti ini banyak.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’, No. 4210)

Bolehkah Dengan Selain Bahasa Arab?
Jika kita melihat aturan baku dalam shalat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian seperti melihat saya shalat.” (HR. Bukhari No. 605)

Kita mengetahui dalam bagaimana kaifiyat shalat nabi, bahwa beliau tidak pernah berdoa selain dengan bahasa Arab. Maka meneladaninya adalah lebih utama. Oleh karena itu sebagian ulama memakruhkan berdoa ketika sujud dengan selain bahasa Arab. Bahkan ada yang mengatakan batal karena itu termasuk kalamun nas. Ada pula yang membolehkan bagi yang belum bisa berbahasa Arab, tetapi bagi yang bisa maka wajib memakai bahasa Arab. Ada pula yang membolehkan jika dalam hati, tetapi tidak boleh jika dilisankan. Namun, mengikuti sunah nabi adalah jalan terbaik.

Wallahu A’lam

Sumber: faridnuman.com

No comments:

Post a Comment

HUKUM MENDENGAR & BERMAIN MUZIK

Ustaz Dr. Fathul Bari Mat Jahya Seperti mana isu ijtihad, pertama sekali kita perlu lihat perkara apakah yang boleh wujud ijtihad di...